GALANG PUTRA PRATAMA

GALANG PUTRA PRATAMA

Minggu, 26 Desember 2010

FACEBOOK SEBAGAI KEKUATAN DAN KELEMAHAN TEKHNOLOGI Oleh: Galang Putra Pratama

Facebook adalah salah satu jaringan sosial yang sangat tenar pada zaman sekarang,
hampir setiap orang memiliki facebook.facebook berguna agar pengguna dapat
berinteraksi dengan teman secara mudah,dapat memperbanyak teman dapat memperluas
jaringan pengguna, dan masih banyak sekali kegunaan yang lainnya. facebook memiliki
dampak positif dan juga dampak negatif,itupun tergantung pengguna dalam
menggunakan facebook,apakah pengguna menggunakan jaringan sosial facebook ini
dengan hal-hal negatif atau dengan hal-hal yang positif.

Beberapa dampak positif dari situs facebook :
• Mudah dalam berinteraksi dengan teman bahkan keluarga yang jauh
• Sarana untuk berdiskusi
• Sebagai alat promosi barang dan jasa
• jaringan kita menjadi luas

Beberapa dampak negatif dari situs facebook :
• Menjadi malas belajar karena sudah keasikkan chat di facebook
• Pengguna menjadi malas bekerja sehingga pekerjaan menumpuk karena tidak
dikerjakan,akhirnya banyak perusahaan yang menutup akses jaringan ke facebook
• Pengguna menciptakan jaringan yang tidak baik di facebook,seperti jaringan
teroris
• Berlama-lama di depan komputer dapat menimbulkan penyakit,seperti penyakit
mata minus

Beberapa waktu lalu muncul laporan mengenai tanda-tanda orang kecanduan Facebook
atau situs jejaring sosial lainnya, misalnya Anda mengubah status lebih dari dua kali
sehari dan rajin mengomentari perubahan status teman. Anda juga rajin membaca profil
teman lebih dari dua kali sehari meski ia tidak mengirimkan pesan atau men-tag Anda di
fotonya.
Laporan terbaru dari The Daily Mail menyebutkan, kecanduan situs jejaring
sosial seperti Facebook atau MySpace juga bisa membahayakan kesehatan karena
memicu orang untuk mengisolasikan diri. Suatu hubungan mulai menjadi kering ketika
para individunya tak lagi menghadiri social gathering, menghindari pertemuan dengan
teman-teman atau keluarga, dan lebih memilih berlama-lama menatap komputer (atau
ponsel). Ketika akhirnya berinteraksi dengan rekan-rekan, mereka menjadi gelisah karena
“berpisah” dari komputernya.
Kerusakan fisik juga sangat mungkin terjadi. Bila menggunakan mouse atau memencet
keypad ponsel selama berjam-jam setiap hari, Anda dapat mengalami cidera tekanan
yang berulang-ulang. Penyakit punggung juga merupakan hal yang umum terjadi pada
orang-orang yang menghabiskan banyak waktu duduk di depan meja komputer. Jika pada
malam hari Anda masih sibuk mengomentari status teman Anda, Anda juga kekurangan
waktu tidur. Kehilangan waktu tidur dalam waktu lama dapat menyebabkan kantuk
berkepanjangan, sulit berkonsentrasi, dan depresi dari sistem kekebalan.
Itulah beberapa hal yang harus kita perhatikan, dua sisi teknologi, yang mana menjadi sisi yang tajam dalam kehidupan kita, sisi menguntungkan, dan sisi merugikan.

Kisah Jurang Antara Sistem Uang Dan Sistem Pendidikan (sebuah curhatan antara dua elemen yang saling mempengaruhi) Galang Putra Pratama

Uang adalah segalanya di dunia ini. Mungkin itulah statement yang ada dipikiran kita saat ini, dan kita tak bisa memungkirinya begitu saja. Jika anda tak percaya, Sekarang coba anda banyangkan, tanpa uang apalah jadinya kita sekarang ini. Mungkin kita dicibir orang, dipandang sebelah mata, atau bahkan keberadaan kita tak dianggap sama sekali oleh orang yang berduit. Ini adalah bias perspektif dari kaum-kaum borjuis, yang memandang bahwa uang adalah segalanya, dan tanpa uang kita takkan bisa apa-apa.
Hal ini sama dengan prestasi, yang mana prestasi disini saya analogikan terhadap uang. Saya pernah baca pada sebuah artikel yang ada di Koran Kompas (tanggal terbitnya saya lupa), disana ada cuplikan tagline yang disebutkan bahwa prestasi membawa rezeki. Nah, mulai dari situ saya mencoba untuk mengulas pola pikir saya bahwa ada sisi kebenaran yang hakiki jika kita menguasai sebuah ilmu.
Saya ingat betul saat orang tua saya memberikan nasihat , terutama ayah saya yang pada saat saya duduk di bangku Sekolah Dasar (SD kelas 5), SD IV Citeureup Bogor, ucapan ayah saya yang paling saya ingat adalah “Galang, kamu kalau dapat warisan nanti, mau pilih uang apa ilmu lang?? Apa alasannya Lang??”. itu ucapan sekaligus sebuah pertanyaan yang paling saya ingat sampai sekarang ini. Namun yang jadio pertanyaan sekarang ini, apakah jawaban saya dikala itu??
Mungkin jika saya “matre” oh pasti saya pilih “uang”, namun saya sadar bahwa beliau tidak mau jawaban yang seperti itu, sehingga saya menjawab dengan gagah perkasa, dan penuh kejantanan, “galang pilih ilmu dong pak…”
Nah, setelah ayah saya mendengar akan jawaban tersebut, saya segera menyertai alasan saya untuk mendampingi jawaban saya sehingga terkesan ucapan saya dapat dipertanggungjawabkan secara lisan. “ilmu itukan penting pak, karena bisa mendatangkan uang, tapi kalo uang, belum tentu bisa menghasilkan ilmu dan uang lagi.” Itulah alas an kecil saya saat saya SD kelas 5. Dan seiring berkembangnya otak saya, maka ternyata uang juga penting selain ilmu. Jadi kesan “matre” juga timbul dipermukaan. Sehingga uang dan ilmu saling berkaitan erat disini.
1. Uang? Pendidikan? Mana yang terlahir duluan??
Uang merupakan hal yang penting di hidup kita, manusia sekarang seakan-akan didorong untuk memiliki sebuah sifat (baca : matrealistis). Sehingga sekarang kita seakan-akan hidup untuk mengejar uang, dan bukanlah hal yang lain, seperti ilmu dan pahala.
Mungkin jika kita renungkan uang memang bukanlah hal segalanya, namun jika kita tak memiliki uang, apa iya kita bisa mengeyam pendidikan yang sekarang ini sudah “didagangkan” secara luas, sehingga hanya yang berduit saja yang bisa mengenyam pendidikan (baca: muncul kesan komersialisasi pendidikan)??
Ibarat kata, telur dan ayam, yang mana yang duluan ada. Maka kita disini memandang bahwa tanpa adanya sesuatu yang mempelopori akan terlahirnya sesuatu itu, maka sesuatu itupun takkan pernah ada. Seperti uang (baca: perekonomian yang maju) takkan ada jika dasarnya kita tak punya pondasi yang kuat (baca: pendidikan). Sehingga disini saya berkesimpulan sementara jika tanpa adanya pendidikan yang baik, maka takkan pernah ada sebuah perekonomian yang baik pula. Karena fungsi pendidikan disini sangat penting, sehiingga sedikit banyak mempengaruhi perekonomian kita.
Lalu apakah yang seharusnya kita lakukan sebagai generasi muda untuk menyelesaikan masalah yang demikian ini?? Jawabannya adalah lakukan perubahan bagi paradigma mendasar “benefit oriented”untuk bidang pendidikan, dan rubah cara pandang tersebut dengan tujuan yang baik yakni memajukan SDM kita dengan pendidikan yang berguna. Maka secara tak langsung kita akan mendapatkan sebuah keuntungan yakni dari beberapa sektor, terutama perekonomian kita akan semakin maju.
2. Uang? Pendidikan? Mana yang lebih penting??
Dalam sisi dimensi ini, maka ada beberapa hal yang perlu dilirik lagi untuk kedua kalinya, yakni manakah yang lebih penting antara uang dan pendidikan?? Memang agak memaksa, namun jika kita tak mau berfikir sampai sini, apa kontribusi kita di dunia pendidikan,”mikir aja gak mau, apalagi kalau sampai disuruhi untuk bertindak”.
Kita pasti berfikir lagi, sekolah tanpa uang rasanya mustahil, uang pun jika tidak “disekolahkan” akan terasa sia-sia. Lalu saya berpandangan disini jika tanpa uang maka takkan ada pendidikan, jika tanpa pendidikan yang memadai, maka sedikit berpengaruh berdampak pada bisa dan tak bisanya individu tersebut menghasilkan uang.
3. Kombinasi Secara Terpaksa Antar Dua Elemen
Setelah pemikiran tersebut tertuang dalam paragraf, maka saya berfikir ulang, kenapa seakan-akan uang itu mempengaruhi pendidikan?? kenapa pendidikan juga mempengaruhi uang?? Sungguh kita tahu, uang dan pendidikan itu amat sangat jauh berbeda, namun jika dilihat dalam konteks disini, maka tersirat sebuah hubungan yang seakan-akan ada pemaksaan dalam pemakaian (bisa disebut ungkapan) antara kata “pendidikan” dan ”uang”.
Saya kembali bertanya-tanya, bagaimana bisa hubungan yang seperti air dan minyak ini dapat bersatu, dan menimbulkan sebuah hubungan yang terkesaan romantic sehingga seakan-akan tak dapat dipisahkan begitu saja?? apa penyebabnya?? Dan ternyata setelah saya utak-atik lagi, ada beberapa mur yang terlepas dari bautnya, sehingga kepincangan pun terjadi disini.
Memang, dunia pendidikan sangat bergantung dengan pembiayaan. Dan pendidikan pun akan maju jika dana yang dialokasikan untuk pendidikan juga besar. Tragis memang, tapi angka 20% dana alokasi untuk pendidikan sungguh sudah daapaat dikatakan besar lho jika objeknya itu Indonesia. Saya sendiri pun menyadari, bahwa ilmu memang tiada yang gratis, untuk mendapatkan sebuah ilmu membutuhkan pengorbanan yang begitu besar, baik itu waktu, tenaga, uang, umur, dan pengorbanan lainnya hingga komposisi pengorbanan tersebut mencapai 100%.
Jadi, jika saya katakana bahwa uang dan pendidikan disini sudah menjadi sistem yang tak dapat diubah-ubah, dan tak dappat lagi dirombak sedemikian rupa sehingga kita sebagai pelaku utama dalam menjalankan sebuah sistem tersebut, mauu dan tak mau harus ikut dalam lindasan sebuah sisstem ayng mungkin kini sudah diprseppsikan berbeda-beda baik negatifnya. Namun hal ini semua harus kita renungkan kembali, bahwa mobil itu takkan berjalan jika tak ada bahan bakarnya, sama seperti pendidikan, takkkan maju jika tak ada pelumasnya.
>> Kritisasi Akhir Pemikiran
Akhirnya kita kini semua tahu bahwa tanpa uang, maka pendidikan takkan berjalan lanccar, sedangkan jika tanpa sebbauh pondasi yang kuat yang dihasilakn oleh pondasi tersebut, maka perekonomian kita juga akan lemah,dan mengakibatkan kemiskinan. Karena kebodohan dekat dengan kemiskinan.
Sehingga disini, saya kembali menekankan, bahwa untuk mencapai sebuah kualitas akan peningkatan SDM, salah satunya adalah dengan pendidikan, yang mana pendidikan tersebut memang harus di rasakan oleh setiap warga masyarakat indonesia. Jadi mengeyam pendidikan itu wajib hukumnya.
Jika kendala dalam melaksanakan pendidikan tersebut adalah dana, maka jangan khawatir, pemerintah sudah menyiapakan alokasi dana pendidikan sebesar 20% untuk masyarakatnya yang ingin mempertinggi pendidikannya….
Jadi jangan takut untuk berprestasi,,,,,,

Sabtu, 25 Desember 2010

belajar DEMOKRASI dan jenis-jenisnya

Winston Churchill, Perdana Menteri Inggris, “It has been said that democracy is the worst form of government except all the others that have been tried.” Demokrasi bukan sistem pemerintahan terbaik, tetapi belum ada sistem lain yang lebih baik daripadanya.
Negara, biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem demokrasi modern. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Sebab demokrasi saat ini disebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi berkembang menjadi sebuah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut (demokrasi pancasila, parlementerterpimpin, dan pa). Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti Indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah merobah lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.
Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku.


A. Demokrasi Parlementer
Point Penting:
• Pada periode ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal dan diberlakukan UUDS 1950.
• Karena Kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar,
masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.
• Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami
rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS
1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan
jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan
ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan
negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai
masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan
dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta
tidak berlakunya UUDS 1950.

B. Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno.
Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno. Terpimpin pada saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu presiden.
 Tugas Demokrasi terpimpin :
• Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil.
• Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan karena :
• Pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara. Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.
 Dampaknya: Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan presiden).

 Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin :
• Kebebasan partai dibatasi
• Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
• Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
• Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.

C. Demokrasi Pancasila
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).
2. Sistem Konstitusionil
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilana, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila).
Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari รข€“ oleh untuk rakyat.

Jadi dari sekian penjelasan barusan, terbesitlah sesuatu gagasan penting yang mana sebuah konseep yang ideal mengenai demokrasi bagi indonesia.
Adalah demokrasi pancasila. Mengapa? Karena secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
2. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
3. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
4. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
Atas fungsi tadi, maka jelaslah bahwasanya demokrasi pancasila memang pas dan ideal bagi bangsa indonesia. Karena disana terkandunag beberapa dasar yang mana memang sesuai denagn latar belakang indonesia.



DAFTAR PUSTAKA

 Kantaprawira, Rusadi, 1988, Sistem Politik Indonesia, Bandung: Sinar Baru
 Alfiian, beberapa masalah pembaharuan politik Indonesia, LEKNAS, JAKARTA
 Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan Menara Ilmu.